Hot Posts

6/recent/ticker-posts

Ketua DPRD Sumut Erni Ariyanti Arsitek Kolaboratif Antara Eksekutif dan Legislatif: Lahirkan Kebijakan Pro-Rakyat


Jakarta – Dinamika politik Sumatera Utara memerlukan figur pemimpin yang cakap, aspiratif dan demokratis dalam memfasilitasi komunikasi antarberbagai elemen kekuasaan dan masyarakat. Analis Politik dan Pemerhati Sosial, Nasky Putra Tandjung menilai peran aktif Ketua DPRD Sumut, Erni Ariyanti Sitorus, SH., M.Kn sudah menunjukkan kualitas kepemimpinan nya melalui kemampuan komunikasi politik yang baik dengan pemerintah provinsi ialah Langkah yang tepat.

Alumni Indef school of political economy Jakarta, Nasky menyebut politikus Partai Golkar tersebut mampu meredam potensi konflik politik atau kebuntuan antara eksekutif dan legislatif dalam setiap kebijakan. Dalam sistem Presidensial, peran jembatan komunikasi ini krusial untuk menjaga stabilitas dan efektivitas program kerja pemerintahan.

“Oleh sebab itu, Saya kira Ketua DPRD Sumut merupakan sosok kunci dari terciptanya kondisi itu, sehingga sinergi kolaboratif antara legisatif dan eksekutif bisa fokus bekerja menyerap aspirasi rakyat dan mengimplementasikan dalam setiap kebijakan yang pro-rakyat,” ujar Nasky saat dihubungi wartawan, pada Minggu (3/8/2025).


Sinergi Komunikasi Legislatif Modern

Sebagai Ketua DPRD Sumut, Erni Ariyanti memiliki posisi strategis sebagai pilar komunikator politik. Erni adalah tulang punggung komunikasi antara Komisi A, Komisi B, Komisi C, Komisi D dan Komisi E di DPRD Sumut dengan pemerintah hingga elemen masyarakat. Tentu, Sebagai Ketua DPRD Sumut, Erni punya peran aktif dalam mengoordinasikan fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran dalam setiap produk kebijakan.

“Menurut Nasky, posisi Ketua DPRD Sumut membuat fungsi pengawasan DPRD terhadap pemerintah dapat berjalan konstruktif dan kolaboratif, bukan rivalitas kontraproduktif. Dia berpendapat, peran pengawasan DPRD Sumut terhadap pemerintah dinilai berjalan cair dan guyub, jauh dari nuansa rivalitas,” kata Nasky.

Maka untuk itu, Perannya di DPRD, khususnya sebagai Ketua DPRD Sumut ialah salah satu figur sentral dalam komunikasi antara eksekutif dan legislatif, menjadikannya sebagai figur penting yang secara strategis berada di posisi persimpangan antara kebijakan dan kekuatan politik. Selain berkomunikasi ke pihak eksekutif, Nasky juga menyebut, Ketua DPRD mampu berkomunikasi dengan masyarakat secara cair dan dua arah.

“Hal ini penting untuk membangun kepercayaan publik dan menjaga stabilitas demokrasi. Dengan jaringan luas dan kemampuan lobi-lobi politik yang mumpuni, Ketua DPRD Sumut dianggap mampu meredam kegaduhan politik dan menangani isu sensitif secara aspiratif, luwes dan bijaksana,” imbuhnya.

“Oleh karena itu, Sinergi kolaborasi antara eksekutif dan legislatif adalah kunci keberhasilan pembangunan daerah. Dengan kerja sama yang baik, kedua lembaga ini dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan daerah,” tambahnya.


Ajak Publik Lebih Bijak dan Rasional

Sementara itu, Mengenai isu melemahnya fungsi pengawasan DPRD Sumatera Utara yang dituding ke publik seiring narasi ‘kedekatan’ antara Ketua DPRD Sumut, Erni Ariyanti Sitorus, dan Gubernur Sumut, Bobby Nasution, Founder Nasky Milenial Center mengatakan, Sebuah tuduhan dalam negara hukum haruslah dibuktikan, bukan dimanipulasi melalui framing media. Taktik ini bukanlah hal baru. Dalam praktik global, kita mengenal apa yang disebut decapitation strategy, yaitu menyerang tokoh-tokoh kunci yang dianggap menjadi fondasi utama kekuatan politik atau kebijakan.

“Karena itu, Jika kita meninjau pendekatan public choice theory, maka serangan seperti ini bukanlah kejadian yang netral. Ada aktor-aktor yang sedang berupaya menggeser peta kekuasaan dengan cara menyerang individu kunci dalam sistem,” jelasnya.

Selain itu, Dalam studi administrasi publik, kohesi politik dan ketenangan dalam arena legislatif adalah prerequisite dalam keberhasilan implementasi kebijakan. Tanpa itu, pemerintah akan selalu disibukkan dengan manuver-manuver politik yang melelahkan dan menjauhkan fokus dari pelayanan publik.

“Maka, serangan terhadap Ketua DPRD Sumut harus dibaca sebagai bentuk pelemahan terhadap struktur pendukung pemerintahan. Dan secara tidak langsung, ini juga upaya sistematis untuk menggoyang legitimasi program kerja pemerintah provinsi melalui jalur non-formal,” ucap Nasky.

Di sini perlu kita hadirkan konsep policy sabotage, sebagaimana dikembangkan dalam kajian kebijakan publik. Strategi ini dilakukan oleh aktor-aktor eksternal yang tidak mampu menyerang langsung pada pusat kekuasaan, sehingga menggunakan jalan pintas dengan menghancurkan kredibilitas orang-orang di sekitarnya.

“Sebagai bagian dari elemen masyarakat sipil (civil society), Saya mengajak kita semua untuk lebih cermat melihat fenomena semacam ini. Literasi publik harus ditingkatkan, agar masyarakat tidak mudah termakan oleh opini yang dibangun tanpa dasar empirik,” tegas Pemuda asal Sumut ini.

Akhir kata, mari kita jaga fondasi pemerintahan yang tengah bekerja keras membangun negeri. Pemerintah tidak akan mungkin bekerja sendiri. Ia membutuhkan tim yang solid, mitra politik yang loyal, dan tokoh-tokoh kuat yang bisa menjaga api perubahan tetap menyala.

“Jangan biarkan satu demi satu wakil rakyat kita dihancurkan hanya karena kita lalai membaca taktik lawan. Demokrasi sejati hanya bisa berdiri di atas kebenaran, bukan di atas fitnah yang dibungkus opini,” tutupnya. (Andry)