Jakarta,–
Penonaktifan terhadap anggota DPR RI seperti Ahmad Sahroni, Adies Kadir, Uya Kuya, Nafa Urbach dan Eko Patrio dipandang sebagai konsekuensi karena menyakiti hati masyarakat. Tingkah laku para anggota DPR RI diatas tidak bisa disamaratakan, apalagi dipandang tidak sesuai dengan para konstituennya.
Oleh karena itu, Analis politik sekaligus pemerhati sosial, Nasky Putra Tandjung juga menyoroti apa yang terjadi dengan anggota DPR RI Fraksi PDIP, Deddy Yevri Sitorus, yang juga didesak untuk dinonaktifkan oleh segelintir pihak yang tak bertanggung jawab, diduga sangat tendensius, tak objektif dan konstruktif dalam menilai peristiwa.
“Sebagai bagian dari elemen masyarakat sipil (civil society), Kami meminta publik tidak mudah terpengaruh berita hoaks dan framing negatif terkait narasi tendensius dan provokatif yang ditujukan kepada Ketua DPP PDIP tersebut,” ujar Nasky dalam wawancara kepada wartawan, di Jakarta, pada Rabu (3/9/2025).
Menurut Founder Nasky Milenial Center menyebutkan, serangan personal terhadap anggota Komisi II DPR RI tersebut bisa dibaca sebagai upaya menggoyang legitimasi atas sikap vokal dan kritis beliau dalam menyuarakan serta memperjuangkan aspirasi masyarakat selama ini di Parlemen.
“Publik menilai, Selama menjadi Anggota DPR RI Deddy Sitorus dinilai sangat pro rakyat, kritis serta empati dengan persoalan kehidupan elemen masyarakat. Selain itu, Deddy Sitorus juga dinilai sangat konsisten serta berperan aktif dalam mengkoordinasikan fungsi legislasi, pengawasan dan anggaran dalam setiap produk kebijakan pemerintah yang akan disalurkan kepada kepentingan masyarakat,” katanya.
Karenanya, Ia mengajak publik untuk meningkatkan literasi politik agar tidak mudah terpengaruh opini tanpa dasar dan fakta yang kredibel. “Stop narasi sesat dan framing jahat. Itu hanya menimbulkan kegaduhan dan merugikan masyarakat. Publik jangan mudah terprovokasi oleh opini yang tidak berbasis data dan fakta,” tegasnya.
Oleh karena itu, Jangan biarkan wakil rakyat dihancurkan oleh fitnah yang dibungkus opini. Demokrasi sejati hanya bisa berdiri di atas kebenaran.
“Namun, Ia menyesalkan adanya narasi provokatif, framing negatif, hingga opini tendensius yang menyerang personal Deddy Sitorus di media sosial maupun media massa. Ia menduga ada pihak-pihak tertentu yang sengaja membangun opini untuk merusak citra positif dan integritas nya sebagai pelayan rakyat,” ungkapnya.
Publik juga menilai, beredarnya opini negatif merupakan hasil pencampuran informasi tidak relevan demi mendorong publik menyetujui narasi yang dibuat pihak-pihak tertentu, yang menyebarkan informasi tanpa data dan bukti sahih merupakan bentuk penghakiman sepihak yang berbahaya.
“Stop narasi sesat dan framing jahat untuk mendiskreditkan Deddy Sitorus yang vokal akan kepentingan masyarakat. Kegaduhan akibat pembelokan fakta sangat merugikan masyarakat. Hanya kecurigaan dan sesat pikir atau salah tuduh yang akan diperoleh, alih-alih mendapatkan kebenaran serta keadilan,” jelasnya.
Maka untuk itu, Ia mengajak masyarakat untuk tidak terpancing provokasi dan tetap mengedepankan akal sehat serta fakta yang valid. Namun, ia mengakui kritikan dan saran yang disampaikan elemen masyarakat merupakan suatu hal wajar.
“Hal itu merupakan cerminan dari kedewasaan berpolitik dan berdemokrasi di Indonesia, dengan menjaga persatuan dan kesatuan sesama anak bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi,” sambungnya.
Sebagai alumnus Indef School of Political Economy Jakarta, Nasky mengajak masyarakat untuk kembali bersatu menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Ia menegaskan, persatuan adalah benteng utama keutuhan NKRI.
“Bhinneka Tunggal Ika harus jadi semangat bersama. Mari tinggalkan perbedaan, satukan energi untuk Indonesia yang adil, makmur, dan berdaulat,” pungkasnya.
Sebelumnya, Anggota Komisi ll DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Deddy Sitorus, memberikan klarifikasi terkait pernyataannya yang sempat viral dengan kalimat ‘jangan bandingkan kami dengan rakyat jelata’.
“Itu video lama, 10 bulan lalu, yang sengaja dipotong 20 detik pertama untuk menyerang saya,” kata Deddy, dikutip pada Rabu (3/9/2025).
Menurut Deddy, pernyataan tersebut disampaikan dalam sebuah acara televisi pada Desember 2024. Saat itu, pembawa acara membandingkan gaji anggota DPR RI dengan pekerja berpenghasilan UMR.
“Saya bilang gaji DPR tidak bisa dibandingkan dengan ‘gaji’ rakyat jelata atau pekerja UMR. Kalau mau dibandingkan, ya dengan sesama lembaga tinggi negara seperti kementerian, BPK, KPK, atau BUMN. Itu baru adil karena diatur UU,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa pernyataan tersebut murni soal perbandingan gaji, bukan menyangkut derajat atau status sosial.
“Mohon maaf kalau orang tersinggung. Tapi pernyataan saya jelas menolak perbandingan gaji, bukan perbedaan derajat seperti yang dihembuskan,” ungkapnya. (andry)
Social Plugin