TAPANULI SELATAN,-
Pekerjaan Konstruksi pembangunan jalan Lingkungan dan sarana Lainnya (Rabat Beton) di lingkungan Sironcitan, Kecamatan Angkola Selatan Kabupaten Tapanuli Selatan Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2025, disinyalir sebagai proyek siluman dan diduga milik salah satu oknum seorang anggota DPRD Tapanuli Selatan.
Hal tersebut menuai sorotan tajam dari warga setempat. Proyek yang bersumber dari Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Perkim) Kab.Tapsel ini diduga kuat sarat praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) serta dikerjakan secara asal-asalan tanpa mematuhi standar teknis maupun prosedur yang tertuang dalam uraian singkat pekerjaan yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Muhammad Iqbal Nasution,ST.MT.
Hal ini bermula dari beberapa warga yang enggan disebutkan namanya mengatakan kepada awak media " Bang, itu proyek pembangunan rabat beton di depan rumah Anggota DPRD Tapsel tidak ada transparansi karena hingga saat ini belum ada Papan Nama Proyek dan kami tidak tahu sumber anggaran itu darimana. Dan yang kami lihat setiap ada yang bekerja tidak ada yang menggunakan Alat Pelindung Diri (APD). dan ketika kami menanyai upah mereka hanya diberi upah borongan sebesar Rp.10 Juta dengan volume bangunan 160 X 3 Meter, hal itu pun kepala tukang sangat mengeluh. Sehingga kami menganggap proyek itu Siluman, dan kami pastikan rabat beton itu tidak akan bertahan lama diperkirakan hanya bertahan kira-kira sampai 6 bulan saja dan pasti akan pecah atau retak.”Cetusnya
Tidak sampai disitu, Kami team investigasi melakukan penelusuran langsung di lapangan Pada Senin (17/11/2025), terdapat sejumlah kejanggalan mencolok yang mengindikasikan penyimpangan berat, diantaranya:
1. Tidak adanya papan nama proyek di lokasi, padahal hal ini merupakan kewajiban sesuai Perpres 16/2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan turunannya yang seharusnya menjadi wujud transparansi pemerintah kepada masyarakat.
2. Kedalaman galian pondasi hanya sekitar 5–7 cm, jauh di bawah standar minimum untuk rabat beton jalan lingkungan yang biasanya 15–20 cm (sesuai SNI 03-2407-1991 dan Pedoman Perkim No. 03/PRT/M/2011).
3. Material yang digunakan hanya batu pecahan dan sirtu tanpa tulangan besi sama sekali. Campuran beton terlihat sangat miskin semen sehingga daya ikatnya diragukan.
4. Dalam Rencana Anggaran Biaya dan prosedur dalam pekerjaan konstruksi wajib mentaati dan melaksanakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Namun hal ini tidak didapati saat para pekerja melakukan aktivitasnya. Tentunya pelanggaran pelanggaran seperti ini dapat dikenai sanksi administrasi hingga sanksi pidana.
Dilanjutkan, "Spesifikasi proyek menurut dokumen yang beredar di masyarakat : panjang 160 meter, lebar 3 meter, dengan pagu anggaran sekitar Rp.200 juta. Namun ketika dikonfirmasi kepada kepala tukang di lokasi pada Sabtu (17/11/2025), ia dengan terus terang menyatakan:
“Saya kepala tukangnya, ini dari Dinas Perkim Tapsel. Pagu resminya saya tidak tahu pasti, tapi saya ambil borongan ini sebesar Rp.17 juta dengan Pagu Anggaran Rp. 60 juta sesuai penuturan pemborong kepada saya.” Jelasnya
Pernyataan tersebut langsung memunculkan selisih anggaran fantastis hingga Rp140 juta yang tidak jelas peruntukannya.
Dihari dan tempat yang sama, kami mengkonfirmasi salah seorang yang menyebutkan dirinya sebagai Orang Kepercayaan Pemborong berinisial MT terkait kenapa belum dipasang Papan Nama Proyek dan siapa pemborong bangunan itu, mengatakan " Kalau Papan Nama Proyek belum kami pasang karena Kadis Perkim belum mengasih pak, dan kalau pemborongnya kita tau sama tau ajalah.” Ungkapnya
Hingga berita ini diturunkan, Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kabupaten Tapanuli Selatan, Martua Raja Sulaiman Harahap, belum berhasil dimintai konfirmasi meski telah dihubungi berulang kali melalui telepon dan pesan singkat.
Praktik seperti ini bukan kali pertama terjadi di Tapanuli Selatan. Laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK-RI) Perwakilan Sumut pada tahun-tahun sebelumnya kerap mencatat temuan serupa : Mark-up harga satuan, pengurangan volume pekerjaan, dan penunjukan langsung kepada pihak-pihak tertentu tanpa proses yang transparan.
Jika dugaan ini terbukti, maka bukan hanya kerugian keuangan negara hingga ratusan juta rupiah yang terjadi, melainkan juga ancaman keselamatan warga karena infrastruktur yang dibangun sangat rapuh dan berpotensi ambruk dalam waktu singkat.
Masyarakat Sironcitan kini menanti sikap tegas dari aparat penegak hukum, baik Kejaksaan Negeri Tapanuli Selatan maupun Polres setempat, untuk segera melakukan audit investigatif dan memanggil pihak-pihak yang diduga terlibat, termasuk pejabat pembuat komitmen (PPK), rekanan pelaksana, hingga pihak legislatif yang disebut-sebut sebagai pengendali proyek. (tim)

0 Komentar